Jumat, 22 Mei 2009

LBH Adil Membela Kaum Marjinal; Prodeo Bung...

N O T A P E M B E L A A N
(PLEDOI)



Dalam perkara pidana atas nama terdakwa:
Nama lengkap : SUTOYO SUGESTI
Tempat lahir : Makassar
Umur/Tgl lahir : 45 Tahun / Tgl 16 November 1964
Didakwa melanggar : Pasal 351 (1) KUHP
Disidangkan di : Pengadilan Negeri Makassar
Dibacakan pada : Tgl 19 Mei 2009



I. PENGANTAR

Majelis Hakim yang kami muliakan,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Para Hadirin Pengunjung Sidang yang kami hormati.


Pertama-tama perkenankan kami sebagai Penasehat Hukum Terdakwa menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Majelis Hakim Yang Mulia, karena berkat ketegasan, kecermatan dan ketelitian Majelis Hakim dalam sidang Perkara Pidana atas nama terdakwa Sutoyo Sugesti, sehingga akan diketahui dengan seksama pokok perkara yang sebenarnya, sekaligus oleh karenanya; kepada Majelis Hakim yang mulia, kami menghaturkan ucapan terimakasih yang tak terhingga. Demikian pula kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas upaya kerasnya mengajukan perkara ini serta melakukan penuntutan untuk keadilan, kami sampaikan simpati kami yang sedalam-dalamnya terhadap upaya Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan kebenaran dakwaannya, sehingga turut membantu kelancaran suatu proses demi terkuaknya kebenaran sejati pada persidangan ini.

Pada saat Sutoyo Sugesti datang kekantor kami untuk meminta bantuan hukum, dengan menerangkan tentang perkara yang dihadapinya dan menerangkan tentang kondisi ekonominya yang berada di bawah garis kemiskinan, maka sebagai advokat yang bergerak dalam Lembaga Bantuan Hukum ADIL kami terpanggil untuk melakukan pembelaan atas dasar kemanusiaan dengan tidak meminta bayaran satu rupiahpun, ini juga adalah bagian dari bentuk tanggung jawab kami sebagaimana diamanahkan dalam Undang-undang Advokat.

Yang Mulia Majelis Hakim, dan
Yang Terhormat Jaksa Penuntut Umum.

Persidangan ini adalah persidangan yang terhormat, terhormat karena niat dan kehendak mulia setiap pihak yang terlibat untuk menemukan jalan kebenaran demi keadilan yang didambakan setiap manusia. Keadilan manusiawi yang diperoleh karena menegakkan hukum secara obyektif yang telah disandarkan pada rasa empati keadilan manusiawi yang murni dan mendalam.

Dalam segenap keyakinan kami, bahwa Majelis Hakim yang mulia sangat menyadari amanah tugasnya yang diemban sangatlah tidak mudah, sebab harus mampu menjadi sosok pemberi keadilan bagi masyarakat tanpa mencederai rasa keadilan bagi semua orang yang memohonkan keadilan padanya. Keputusan hukum yang diambilnya tidak menorehkan kekecewaan kepada setiap anggota masyarakat yang membutuhkan keadilan dalam kehidupaanya. Keputusan hukumnya harus benar-benar dalam atmosfir equilibrium (keseimbangan) sebagaimana yang menjadi watak dari keadilan itu sendiri; sehingga keputusan tersebut benar-benar dalam konteks kebenaran legal yang mewujudkan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Adil.

Dalam segenap kesadaran dan pengetahuan kami, di tangan Majelis Hakim yang muliahlah, nasib dan masa depan setiap pencari keadilan diletakkan, termasuk kepada sosok yang saat ini tengah menghadapkan wajahnya sebagai seorang terdakwa di persidangan yang mulia ini, yakni saudara Sutoyo Sugesti Terdakwa dengan segala tuntutan dan dakwaaan yang ditujukan padanya, sebagai manusia layaknya kita semua; tengah menunggu keadilan atas dirinya dalam ketidakmenentuan dan kebimbangan masa depan dan nasibnya.

Oleh karena itu dalam segenap keyakinan dan kepercayaan kami, bahwa Majelis Hakim yang mulia sebagai penentu akhir keadilan bagi setiap anggota masyarakat pada persidangan yang terhormat dan mulia ini, akan senantiasa menjadikan kebenaran manusiawi sebagai dasar atas putusan yang segera akan putuskan. Dengan harapan bahwa dalam perkara ini, kita sama-sama menyadari dan memahami bahwa kebenaran sejati harus kita cari, sehingga kita terhindar dari kesalahan yang bisa berakibat pada ‘kutukan religius’ berupa dosa kepada kemanusiaan dan Tuhan Yang Maha Esa.


II. MASALAH SURAT DAKWAAN

Majelis Hakim yang kami muliakan,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat.

Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwa KUHAP sebagai undang-undang telah secara tegas dan jelas menguraikan tentang Surat Dakwaan. Pasal 143 ayat (2) KUHAP pada pokoknya Surat Dakwaan harus memenuhi syarat formil dan materil.

Syarat formil adalah:
(a) Nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur atau tempat tinggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
Syarat materil adalah:
(b) Uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tempat tindak pidana itu dilakukan.

Akan tetapi dalam beberapa hal Jaksa Penuntut Umum tidak menuruti ketentuan tersebut, khususnya menyangkut uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dalam hubungannya dengan penerapan hukum / pasal yang didakwakan. Betul bahwa Jaksa Penuntut Umum telah menguraikan tidak pidana yang didakwakan, namun belum secara cermat, jelas dan lengkap, sehingga terlalu tergesa-gesa menerapkan pasal 351 ayat (1) KUHP.

Jaksa Penuntut Umum menyebutkan, bahwa akibat perbuatan terdakwa mengakibatkan korban Saharia mengalami: memar pada dagu sebelah kiri, memar berjarak 3 cm dari garis tengah tubuh dan 3 cm dari sudut bibir kiri, ukuran luka empat kali tiga centimeter berwarna merah kebiruan, perabaan sama dengan sekitar.
Menurut hemat kami, perbuatan terdakwa yang mengakibatkan seperti yang telah disebutkan tersebut adalah benar dapat dikategorikan penganiayaan, namun Jaksa Penuntut Umum tidak menguraiakn secara cermat, jelas dan lengkap mengenai rentetan akibat (circumstances) yang dialami korban. Sehingga meskipun perbuatan terdakwa menimbulkan luka dan memar pada korban namun akibat itu tidak menghalangi korban untuk menjalankan dan melaksanakan pekerjaan sehari-harinya. Konsekwensi dari uraian Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan mengenai akibat perbuatan terdakwa tersebut adalah kesalahan penerapan pasal untuk dakwaan terhadap tersangka. Dengan demikian uraian Jaksa Penuntut Umum mengenai akibat perbuatan terdakwa tidak cermat, jelas dan lengkap; sehingga Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum tidak memenuhi ketentuan pasal 143 (2) KUHAP. Oleh karenanya kami merasa patut dan wajib menyatakan Surat Dakwaan Jaksa tersebut: “Batal Demi Hukum, Tidak Bisa Diterima dan Harus Dibatalkan”.

Kami berharap ini dapat menjadi perhatian bagi Majelis Hakim yang mulia dalam perenungan dan rasionya dalam menemukan kebenaran yang sebenarnya.

III. FAKTA DI PERSIDANGAN

Yang Mulia Majelis Hakim, dan
Yang Terhormat Jaksa Penuntut Umum.

Pada bagian ini, mengenai fakta dipersidangan, mungkin tidak perlu kami menguraikan secara keseluruhan mengingat untuk menghindari pengulangan yang tidak efektif. Berita acara persidangan yang dibuat oleh panitera, sepanjang menyangkut fakta-fakta dipersidangan, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Nota Pembelaan (pledoi) ini. Hanya saja sebagai pertimbangan bagi yang mulia Majelis Hakim, maka perlu kiranya kami menyebutkan dan menggarisbawahi hal-hal yang subtansial dan esensial menurut kami, yakni:
1. Bahwa Saksi Kiki Rezki Wulandari, yang memberikan keterangan dibawah sumpah di pengadilan adalah ANAK KANDUNG dari korban Saharia.
2. Bahwa saksi Kurniawati, yang memberikan keterangan dibawah sumpah di pengadilan adalah CUCU dari korban Saharia.
Melihat fakta tersebut, bahwa dua orang yang memberikan Kesaksian pada pengadilan dalam perkara ini, memiliki HUBUNGAN DARAH / KELUARGA SEDARAH, baik sebagai ANAK KANDUNG ataupun sebagai CUCU dari korban. Akibatnya adalah keterangan yang disampaikan oleh kedua orang saksi tersebut akan sangat SUBYEKTIF dan pasti berkecenderungan merugikan kepentingan dan rasa keadilan terdakwa. Sehingga keterangan saksi secara kualitas patut untuk diragukan OBYEKTIFITASNYA, dan NILAI PEMBUKTIANNYA menjadi SANGAT RENDAH karena motiv emasionalitasnya sebagai keluarga dari korban. Dengan kata lain, kesaksian keduanya tidak sepenuhnya merupakan bukti dan atau kesaksian yang mendukung, mengingat kesaksian keduanya (meskipun diambil dibawah sumpah) tidak mendapatkan persetujuan secara tegas dari terdakwa, hal ini sebagaimana diatur dalam undang-undang pasal 169 ayat (1) KUHAP.
Yang mulia Majelis Hakim...
Mohon kiranya ini menjadi perhatian, agar capaian keadilan yang dikehendaki secara hukum dan rasa keadilan bagi semua tidak didasarkan dan disandarkan pada kesaksian-kesaksian dan bukti yang diselubungi semangat kebencian atau ketidaksukaan pada seseorang. Apalagi kesaksian yang diberikan bertetangan dengan law procedure yang berlaku.

Berkenaan dengan hal tersebut pula, lewat kesempatan yang berharga ini, perkenankan kami sebagai penasehat hukum terdakwa, menyampaikan segala permohonan maaf terdakwa dari lubuk hatinya yang terdalam jika dalam proses persidangan ini terdakwa atas segala ucapan dan sikap terdakwa yang tidak berkenan dihati dan perasaan, baik pada keluarga korban, ibu Jaksa Penuntut Umum dan terlebih secara khusus kepada Bapak Majelis Hakim yang mulia. Semoga dengan demikian, tidak ada persangkaan mengenai diri terdakwa sebagai tersalah sebelum ada keputusan hukum yang bersifat tetap dan mengikat oleh Majelis Hakim.


IV. PENJELASAN HUKUM

Yang Mulia Majelis Hakim, dan
Yang Terhormat Jaksa Penuntut Umum.

Sutoyo Sugesti S. adalah terdakwa yang dihadapkan dipersidangan terhormat ini karena dugaan tindak pidana pasal 351 ayat (1) KUHP.

Selalu dalam due law (penegakan hukum) bahwa setiap perbuatan pidana dalam proses pembuktiannya harus dapat memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam pasal yang didakwakan serta anasir-anasir yang melekat sebagai bagian tak terpisahkan dari unsur-unsur yang ada; baik dalam konteks SEBAB maupun AKIBAT dari perbuatan pidana yang dilakukan tersebut.

Dalam persidangan telah terungkap fakta dari keterangan oleh para saksi; baik saksi korban Saharia, saksi Kiki Reski Wulandari dan saksi Kurniawati, bahwa:
1. “Pada awalnya terdakwa datang ke rumah korban Saharia untuk mencari Karmila karena untuk menagih utang…”
2. Tidak ada keterangan dari para saksi mengenai akibat rentetan dari selain “luka memar” yang dialami oleh korban Saharia. ”luka memar” adalah kesimpulan Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya.

Pasal 351 ayat (1) KUHP yang didakwakan tersebut, oleh Jaksa Penuntut Umum disimpulkan bahwa perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dari apa yang disebutkan dalam pasal tersebut sebagai perbuatan Penganiayaan. Namun fakta menunjukkan bahwa kedatangan terdakwa ke rumah korban Saharia karena ingin menagih utang, artinya motif utama terdakwa mendatangi rumah korban adalah UTANG dari keluarga korban. Terdakwa hanya menjalankan tugasnya sebagai kolektor saat berkunjung ke rumah korban. Adapun kemudian terjadi perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan, itu terjadi karena disebabkan SIKAP RESISTENSI keluarga Karmila, dimana hari itu seharusnya Karmila sebagai pihak peng-utang harus melunasi utang yang telah dipinjam dari terdakwa karena beberapa kali terdakwa menagih utang Karmila namun pihak Karmila tidak ada niat baik untuk membayar utang tersebut.

Berdasarkan pengetahuan kami, penerapan pasal 351 ayat (1) KUHP pada perbuatan terdakwa TIDAKLAH PROPORSIONAL ataupun TIDAK TEPAT, mengingat fakta yang terungkap dipersidangan memberi petunjuk terhadap tidak adanya Akibat Rentetan dari akibat perbuatan pidana yang dituduhkan kepada terdakwa yang dialami saksi, selain hanya “luka memar” biasa. Nyatanya korban pasca kejadian tersebut masih menjalankan rutinitasnya atau pekerjaan sehari-harinya, tanpa terhalangi oleh akibat awal dari perbuatan pidana tersebut. Artinya perbuatan itu tidak tepat jika diarahkan pada ancaman pidana sebagaimana yang terdapat dalam pasal 351 ayat (1) tersebut atau sebagaimana Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam Surat Tuntutanya, yakni pidana penjara 5 (lima) bulan dikurangi masa penahanan.

Tetapi akan lebih proporsional dan tepat jika, perbuatan terdakwa yang dituduhkan tersebut dimasukkan dalam unsur PENGANIAAYAAN RINGAN, sebagaimana yang diatur pasal 352 ayat (1) dalam KUHP; disebutkan: “selain dari pada yang disebutkan dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebabnyak-banyaknya Rp. 4.500,-…”.

Dalam penjelasannya bahwa yang termasuk dalam pasal ini adalah:
- Penganiayaan yang tidak menjadikan sakit (‘Ziek’ bukan ‘Pijn’) atau;
- Penganiyaan yang tidak menyebabkan terhalang untuk melakukan jabatan atau pekerjaannya sehari-hari.
Maka tepatlah kiranya jika perbuatan terdakwa yang dituduhkan tersebut lebih mengarah pada pelaksanaan pasal 352 ayat (1) KUHP mengenai Penganiayaan Ringan, bukannya penganiayaan dengan ancaman pidana sebagaimana dalam pasal 351 ayat (1) seperti yang dituntutkan oleh Jaksa Penuntut Umum.







V. KESIMPULAN

Majelis Hakim yang kami muliakan,
Jaksa Penuntut Umum yang terhormat,
Para Hadirin Pengunjung Sidang yang kami hormati.

Kami sebagai penasehat hukum saudara Sutoyo Sugesti yang diajukan kepersidangan ini sebagai terdakwa atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum, telah berusaha sebik-baiknya dalam memberikan pandangan kami mengenai duduk perkara ini. Sebagai kesimpulan, ijinkan kami sekali lagi menyampaikan beberapa poin yang telah kami uraikan dalam Nota Pembelaan ini, sebagai berikut:
1. Bahwa Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum atas perkara pidana ini harus DITOLAK atau DIBATALKAN menurut kehendak hukum, sebab tidak mengindahkan syarat-syarat materil sebagimana yang diatur dalam pasal 143 (2) KUHAP; khususnya TIDAK CERMAT, TIDAK JELAS dan TIDAK LENGKAP memuat keadaan-keadaan (circumstance) yang melekat pada tindak pidana yang dimaksudkan, terutama terkait masalah akibat-akibat lain dari akibat langsung yang terjadi.
2. Bahwa tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menggunakan pasal 351 ayat (1) KUHP, TIDAK PROPORSIONAL atau TIDAK TEPAT, yang mengarahkan pada konteks Penganiayaan “absure”, karena tidak ada fakta dan ataupun bukti dalam persidangan yang memberi petunjuk bahwa korban Saharia tidak mampu lagi menjalankan pekerjaan sehari-harinya akibat perbuatan terdakwa.
3. Bahwa Kenyataannya korban Saharia hanya mengalami “luka memar” biasa dan tetap menjalankan pekerjaanya sebagaimana setiapharinya dikerjakan atau jalankannya, sehingga sesungguhnya dalam konteks tersebut, perkara pidana ini LEBIH PROPORSIONAL dan TEPAT jika menggunakan ancaman pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 352 ayat (1) KUHP, sebagai penganiayaan ringan dengan ancaman hukuman selama-lamanya 3 (TIGA) BULAN.
4. Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan kami tersebut, maka perkenankan kami Majelis Hakim yang mulia… untuk memohonkan permintaan terdakwa dalam usaha dan jeripayahnya memperoleh dan ingin merasakan keadilan yang memihak pada Logika Hukum dan Kemanusiaan, bebeberapa poin permohonan sebagai berikut:
A. Meminta kepada Bapak Majelis Hakim yang mulia untuk menjatuhkan Putusan berdasarkan KEBENARAN HUKUM dan dan SIKAP BATIN seorang hakim yang dipundaknya tergantung masa depan dan nasib setiap warga masyarakat yang mendampakan keadilan.
B. Meminta kepada Bapak Majelis Hakim yang mulia untuk menjatuhkan Putusan atas diri terdakwa dengan putusan yang SERINGAN-RINGANNYA dari Tuntutan Jaksa, mengingat saudara terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa adalah juga tulang punggung keluarga yang harus tetap bertanggungjawab atas kelangsungan hidup keluarganya, dan terdakwa berasal dari keluarga dengan kehidupan ekonomi yang memprihatinkan.
Akhirnya nasib akhir terdakwa dalam mencari keadilan bagi masa depan kehidupannya sepenuhnya berada ditangan Bapak Majelis Hakim yang mulia, dan semua kita yang hadir dipersidangan ini dari perasaan yang paling murni dan jernih berpengharapan agar putusan ahkir nantinya adalah Putusan yang mewujudakan semangat pengabdian pada keadilan Negara dan sekaligus bentuk pertanggungjawaban terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Berkuasa atas Kehidupan Manusia.

Makassar, 20 Mei 2009
Hormat Kami


Penasehat Hukum Sutoyo Sugesti



AGUS HAIKAL, SH. IRWAN ROMO, SH.


MUHAMMAD YUSUF , SH. SYAFRUDDIN MUHTAMAR, SH.


RACHMAT M, SH. UPA DAHLAN, SH

evaluasi kerja tim lbhadil09

agenda setiap jum'at malam pukul 19.00 evaluasi kerja tim dalam penanganan in casu setiap perkara yang di advokasi