Senin, 27 Desember 2010

RANGKUMAN DOGMATIK HUKUM, TEORI HUKUM DAN FILASAFAT HUKUM

Shaff Muhtamar

Dogmatik Hukum Dan Teori Hukum
Dogmatika hukum/Ajaran Hukum adalah cabang ilmu hukum yang memaparkan dan mensistematisasi hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dan pada kurun waktu tertentu dari sudut pandang normatif. Sudut pandang normatif ini dapat berupa yuridik internal ataupun ekstra yuridik. Menggali sumber-sumber hukum formal. Dogmatic hukum bertujuan untuk sebuah penyelesaian konkrit secara yuridik-tehnikal bagi sebuah masalah konkrit atau membangun sebuah kerangka yiridik-tehnikal yang didalamya berdasarkan sejumlah masalah yang kemudian harus memperoleh penyelesaian yuridik. Penelitiannya bersifat preskriptif / normatif. Bahwa diluar dogmatik hukum.

Hubungan Dogmatik Hukum dan Teori Hukum
Secara umum kita dapat memandang teori hukum, dalam hubungannya dengan dogmatik hukum, sebagai suatu mete-teori dari dogmatik hukum.

Sebuah meta-teori adalah disiplin yang obyek studinya adalah sebuah ilmu yang lain. Jika dogmaka hukum mempelajari aturan-aturan itu sendiri dari suatu sudut pandang tehnikal (walaupun tidak dogmatik), maka teori hukum pertama-tama adalah refleksi terhadap tehnik hukum itu.

Dogmatik hukum berbicara tentang hukum, teori hukum berbicara tentang yang dengannya ilmuwan berbicara tentang hukum. Ini adalah apa yang disebut orang pembedaan antara bahasa-obyek dan meta-bahasa. Ilmuwan hukum berbicara tentang hukum berdasarkan hukum, teori hukum berbicara tentang hukum bertolak dari suatu perspektif bukan yuridik (-tehnikal) dalam suatu bahasa bukan yuridik (-tehnikal).

Apa yang dilakukan oleh pakar teori hukum adalah melakukan studi krtikal terhadap penalaran dari ilmuan hukum dan instrumentarium konsep-konsep yuridik, tehnik-tehnik intrepretasi dan krtiteria untuk keberlakuan aturan-aturan hukum (hirarki sumber-sumber hukum dan sejenisnya) yang digunakannya. Jadi dogmatika hukum dan teori hukum jelas mensituasikan diri pada tataran yang berbeda.

Dengan demikian orang dapat menarik garis lebih tajam antara dogmatika hukum dan teori hukum ketimbang misalnya antara teori hukum dan logika hukum. Ini mengandung arti bahwa dogmatika hukum dan teori hukum tidak saling tumpang tindih, melainkan yang satu terhadap yang lainnya masing-masing memiliki wilayah-telaah yang mandiri.

Dogmatika hukum bertujuan untuk memberikan suatu pemaparan dan sistematisasi hukum positif yang berlaku.

Teori hukum bertujuan untuk memberikan refleksi atas pemaparan dan sistematisasi ini.

Dogmatika hukum membangun disatu pihak suatu instrumentarium tehnikal-yuridik dan suatu sistem hukum positif dan di lain pihak berupaya menemukan penyelesaian yang paling adekuat bagi masalah-masalah hukum konkret.

Instrumentarium tehnik-yuridik dan sistem hukum tersebut dibangun atas dasar masalah-masalah yang tergadapnya praktek-praktek hukum dikonfrontasi, sementara masalah-masalah ini pada gilirannya disituasikan ke dalam konteks hukum positif yang berlaku.

Dogmatika hukum bertujuan untuk memberian suatu penyelesaian konkret secara yuridik-tehnikal, bagi masalah konkret, atau membangun suatu kerangka yuridik-tehnikal yang didalamnya dan berdasarkannya sejumlah masalah yang ada dan yang kemudian akan harus dapat memperoleh penyelesaian yuridik.

Sebagai ciri khas pembeda antara dua disiplin ini sering dintujuk pada fakta bahwa dogmatika hukum mempelajari hukum positif sebagaimana ia pada suatu waktu tertentu dan disuatu tempat tertentu memiliki kekuatan berlaku, sedangkan teori hukum, secara prespektif ‘ajaran hukum umum’ mempelajari hukum dalam ‘keumumnnya’ lepas dari aturan-aturan hukum konkret dan sistem-sistem hukum konkret. G.W. Paton mengatakan ”jurisprudence is a particular method of study, not of the law of one country but of the general nation of law itself”

Dogmatika hukum membatasi diri pada pemaparan dan sistematisasi dari hukum positif yang berlaku, dalam arti bahwa kegiatan ini tidak dapat dipandang sebagai netral dan obyektif melainkan berlangsung dengan beranjak dari suatu sudut pendekatan subyektif atau inter-subyektif. Berkenaan dengan tipe-tipe ilmu klasik seperti fisika dan sejarah, dogmatika hukum tidak bertujuan mencari penjelasan yang melandasi atau meramalkan gejala-gejala hukum.

Sebaliknya, teori hukum justru tidak membatasi diri pada pemaparan dan sistematisasi, melainkan bertujuan dan dalam hakikatnya untuk memainkan peranan menjelaskan dan menjernihkan.


Filasafat Hukum
Filsafat hukum adalah filsafat umum yang diterapkan dalam hukum atau gejala-gejala hukum. Dalam filsafat pertanyaan-pertanyaan paling dalam dibahas dalam hubungan dengan makna, landasan, struktur, dan sejenisnya dari kenyataan.

Dalam filsafat hukum, pertanyaan-pertanyaan ini difokuskan pada ketertiban-ketertiban yuridikal. Dalam kepustakaan, filsafat hukum didefinisikan:
 Sebagai sebuah disiplin spekulatif, yang berkenaan dengannya penalaran-penalarannya tidak selalu dapat diuji secara rasional, dan yang menyibukkan diri dengan latar belakang dari pemikiran (I. Tammelo);
 Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hukum yang ‘benar’, hukum yang adil (J. Schmidt, H. Kelsen);
 Sebagai sebuah refleksi atas dasar-dasar dari kenyataan (yuridikal), suatu bentuk dari berpikir sistematikal yang hanya akan merasa puas dengan hasil-hasilyang timbul dari dalam pemikiran (kegiatan berpikir) itu sendiri dan yang mencari suatu hubungan teoritikal terefleksi, yang di dalamnya gejala-gejala (hukum) dapat dimengerti dan dipikirkan (D. Meuwissen);
 Sebagai disiplin yang mencari pengetahuan tentang hakekat (sifat) dari keadilan, pegetahuan tentang bentuk keberadaan transcendental dan immanen dari hukum, pengetahuan tentang nilai-nilai yang didalamnya hukum berperan dan tentang hubungan antara hukum dan keadilan, pengetahuan tentang struktur dari pengetahuan tentang moral dan dari ilmu hukum, dan pengetahuan tentang hubungan antara hukum dan moral (J. Darbellay).

Definsi-defenisi tersebut cukup heterogen, namun dipandang secara umum orang dapat juga mengatakan bahwa filsafat hukum mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih mendalam dan berupaya untuk menjawab dalam hubungannya dengan hukum dan kenyataan-kenyataan hukum.

Wilayah-telaah dari filsafat hukum dapat dibagi ke dalam sejumlah wilayah-bagian berikut ini:
1. Ontologi hukum (ajaran hal ada, zijnsleer): penelitian tentang “hakekat” dari hukum, tetang ‘hakekat’ misalnya dari demokrasi, tentang hubungan antara hukum dan moral.
2. Aksiologi hukum (ajaran nilai, waardenleer): penentuan isi dan nilai-nilai seperti kelayakan, persamaan, keadilan, kebebasan, kebenaran, penyalagunaan hak.
3. Ideologi hukum (harafia: ajaran idea, ideenleer): pengelolahan wawasan menyeluruh atas manusia dan masyarakat yang dapat berfungsi sebagai landasan dan/atau sebagai legitimasi bagi pranata-pranata hukum yang ada atau yang akan datang, sistem-sistem hukum seutuhnya atau bagian-bagian dari sistem tersebut (misalnya tatanan hukum kodrat, filsafat hukum marxistik).
4. Epistemologi hukum (ajaran pengetahuan, kennisleer): penelitian tentang pertanyaan sejauh mana pengetahuan pengetauan tentang ‘hahekat’ dari hukum atau masalah-masalah fundamental lainnya mungkin. Jadi ini adalah suatu bentuk dari meta-filsafat.
5. Teleologi hukum (ajaran finalitas): hal menentukan makna dan tujuan dari hukum.
6. Ajaran ilmu (wetenschapsleer) dari hukum: ini adalah meta-teori dari ilmu hukum, yang didalamnya diajukan dan dijawab pertanyaan-pertanyaan antara lain dalam hubungan dengan kriteria bagi keilmiahan.
7. Logika hukum (rechtslogika): penelitian tentang aturan-aturan berfikir hukum dan argumentasi yuridik, bangunan logika serta struktur sistem hukum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar